Selasa, 03 Januari 2012

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA, KELAS SOSIAL DAN MOTIVASI DIRI TERHADAP POLA KONSUMSI IKAN PADA SISWA SD DI KECAMATAN BOGOR BARAT


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Dunia Anak dan Permasalahannya..http:// www.sekitarkita.com
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Dinas Perikanan dan Kelautan. 2002. Gerakan Makan Ikan. Http :// www. Pemprosu.net

Engel, F. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta.
Ferdinand, Augusty. 2005. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. FE UNDIP. Semarang.

Irawan, H. 2002. Strategi Efektif Merebut dan Mempertahankan Pangsa Pasar. Binarupa Aksara. Jakarta
.
Irwanto, Drs. 2002. Psikologi Umum. PT. Prenhallindo. Jakarta.

Kristianti, 2000. Studi Preferensi dan Perilaku Konsumen Terhadap Produk Ikan Kaleng Segar. IPB. Bogor

Mangkunegara, Anwar. 1988. Perilaku Konsumen. PT. Eresco. Bandung.

Mowen, J.C. 2002. Perilaku Konsumen. Erlangga. Jakarta.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid I. Prenhallindo. Jakarta.

Narbuko, Cholid. 2005. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Saefulloh, 2002. Analisis Brand Equity Produk Ikan Kaleng Pengunjung Supermarket Matahari Sultan Plaza Bandung. [Skripsi] (tidak dipublikasikan) IPB. Bogor

Singarimbun, M. 1985. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen. Ghalia Indonesia. Bogor.


I.                PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Menteri Perikanan dan Kelautan saat ini telah mencanangkan peningkatan produksi perikanan 20% per tahun, sehingga jika tingkat konsumsi ikan di dalam negeri tidak ditingkatkan atau digalakkan maka akan terjadi over produksi akibat kenijakan menteri tersebut, oleh karena itu masyarakat Indonesia sejak dini (anak-anak)harus dibudayakan memakan ikan.
            Anak-anak selain berperan sebagai aset bagi ketersediaan sumberdaya manusia di masa depan juga merupakan pasar yang menarik karena jumlahnya yang relatif besar dan memiliki keunikan tersendiri. Di Indonesia, terdapat sekitar 60 juta anak yang berusia antara 2-12 tahun, merupakan sekitar sepertiga diantaranya tinggal didaerah perkotaan dan sisanya di pedesaan (Irawan 2002). Hal lain yang membuat pasar anak-anak menjadi menarik adalah karena peran anak-anak sebagai influencer (pemberi pengaruh dalam proses keputusan pembelian). Riset pasar yang telah dilakukan oleh Frontier menunjukkan bahwa peran anak-anak sebagai influencer dalam pembelian produk-produk konsumsi mencapai sekitar 40-80 % (Irawan, 2002).
Menurut James.F. Engel et al (1968), perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang dan jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut. Namun pada kenyataan yang terjadi anak (siswa SD) sebagai konsumen terkadang tidak dilibatkan secara langsung dalam menentukan barang atau jasa yang mereka gunakan ataupun mereka konsumsi. Dimana proses keputusan itu dipengaruhi oleh orang tuanya (Mangkunegara, 1988).
Menurut Sumarwan (2002), konsumen adalah seorang individu atau organisasi yang memanfaatkan nilai guna dari barang atau jasa, sedangkan pola konsumsi adalah sebuah model atau patron dari kegiatan mengkonsumsi yang identik dengan kebiasaan dalam (kegiatan) konsumsi yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhi  pola konsumsi anak (siswa SD) dalam mengkonsumsi komoditi ikan sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan kelas sosialnya. Karena pada tahap ini anak belum bisa memutuskan secara sempurna dalam keputusan pembelian barang-barang kebutuhan dalam keluarga.
            Selain mengandung protein sekitar 20-35 %, ikan juga mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh, Omega 3, DHA (docosahexaoenic acid C22H32O2) dan EPA (eicosapentaeonic acid) secara keseluruhan kandungan gizi pada ikan lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi pada udang, daging sapi, daging ayam, telur ayam dan susu sapi (Wahyuni, 2001).
Fakta menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan oleh anak-anak sangat rendah sangat kontras dengan kenyataannya bahwa Indonesia adalah negara maritim dengan luas laut sebesar 5,8 juta Km2  (Dahuri R, 2003), sehingga hal ini sangat berhubungan dengan motivasi anak-anak dalam mengkonsumsi ikan . Dalam penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan maupun produk perikanan lainnya dari segi lingkungan keluarga, kelas sosial dan motivasi dirinya.
Bogor sebagai salah satu kota yang berada dekat dengan Ibukota DKI Jakarta yang hanya berjarak kurang lebih 60 km, pada akhir tahun 2003 berpenduduk sekitar 760.329 jiwa dengan tingkat kepadatan 6.416 jiwa per km2 (BPS Kota Bogor 2003). Komposisi penduduk Kota Bogor dapat dilihat

            Komunitas anak-anak dapat digunakan sebagai salah satu langkah awal untuk meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia , oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan dan difokuskan pada anak-anak dalam hal ini adalah siswa SD.

1.2 Perumusan Masalah
Konsumen adalah seorang individu atau organisasi yang memanfaatkan nilai guna dari barang atau jasa, sedangkan pola konsumsi adalah sebuah model atau patron dari kegiatan mengkonsumsi yang identik dengan kebiasaan dalam (kegiatan) konsumsi yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Sumarwan, 2002). Perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Mangkunegara, 1988). Perilaku konsumsi seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor dari lingkungannya atau faktor dari dalam dirinya sendiri. Siswa SD (anak-anak) berperan sebagai konsumen dan juga sebagai influencer dalam proses pemasaran. Tingkat konsumsi ikan oleh anak-anak yang masih rendah sangat kontras dengan kenyataanya bahwa Indonesia sebagai negara maritim dengan laut yang sangat luas
Tingkat konsumsi ikan yang masih rendah di Indonesia, jika dibandingkan dengan Negara-negara lainnya berkaitan dengan belumnya membudaya dalam hal memakan ikan pada anak-anak. Anak-anak sebagai asset sumberdaya manusia di masa depan memerlukan makanan dengan kandungan gizi yang baik. Ikan debagai salah satu sumber protein selain rendah kolestrol juga mengandung Omega-3 yang baik untuk kesehatan anak-anak yang sedang dalam proses pertumbuhan.
            Jumlah ikan yang dikonsumsi oleh seseorang berdasarkan teori ekonomi dipengaruhi oleh harga ikan tersebut, harga substitusi ikan, jumlah penduduk, pendapatan, distribusi pendapatan (daya beli) dan taste (selera/kesukaan). Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah anak-anak (siswa SD kelas enam) yang belum memiliki pendapatan sendiri, sehingga faktor harga ikan, makanan substitusi ikan, jumlah penduduk, pendapatan dan distribusi pendapatan (daya beli) dianggap cateris paribus (tetap). Pendekatan yang diambil dari sisi ekonomi adalah dari sisi motivasi yang meliputi taste (rasa/kesukaan) yang berbeda-beda pada setiap anak-anak, sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan pada teori perilaku konsumen, bahwa pengaruh yang mendasari perilaku anak-anak sebagai konsumen terhadap sesuatu adalah lingkungan keluarga, kelas sosial dan motivasi.
Membudayakan makan ikan pada anak-anak memang bukanlah hal yang mudah, karena hal ini berkaitan dengan beberapa hal, yaitu perbedaan individu, proses psikologis dan pengaruh lingkungan. Faktor utama yang mempengaruhi pola konsumsi ikan pada anak-anak adalah perbedaan individu, meliputi pengetahuan anak-anak terhadap ikan dan kandungan gizi pada ikan, kesukaan anak-anak pada ikan serta motivasi anak-anak dalam mengkonsumsi ikan. Faktor kedua adalah proses psikologis berupa penerimaan informasi mengenai ikan yang dapat berasal dari beberapa sumber baik dari lingkungan keluarganya. Lingkungan masyarakat maupun berbagai media seperti televisi, radio, majalah dan lain-lain.
Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini akan mengkaji beberapa permasalahan  yang berkaitan dengan hal-hal diatas, yaitu :
1. Bagaimana pola konsumsi siswa SD (anak-anak) dalam mengkonsumsi ikan.
2. Pengaruh lingkungan keluarga dan kelas sosial dalam mempengaruhi pola konsumsi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan.
3. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari :
1. Pola komsumsi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan.
2. Faktor-faktor lingkungan keluarga dan kelas sosial dalam mempengaruhi  pola konsumsi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan.
3. Faktor-faktor  yang mempengaruhi motivasi siswa SD dalam mengkonsumsi ikan.
            Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menumbuhkan persepsi positif terhadap konsumsi ikan sejak dini bagi anak-anak pada umumnya dan siswa SD pada umumnya.
2. Sebagai sumber informasi bagi orang tua dan pihak sekolah sehingga dapat meningkatkan konsumsi ikan pada anak-anak (siswa SD) mengingat ikan sangat baik untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak.
3. Sebagai bahan masukkan dan pertimbangan bagi pemerintah selaku penentu kebijakan pangan.

1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas enam di tiga Sekolah Dasar di Kecamatan Bogor Barat, yaitu ”SD Rimba Putra”, ”SDN Ciomas I” dan ”SDN Selakopi”. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah atas dasar : (1) Data dari dinas Pendidikan dan Pengajaran Kecamatan Bogor Barat mengenai persentase jumlah siswa kelas enam yang masuk SLTP negeri di Kota Bogor sehingga dapat mewakili SD yang berkriteria baik dan cukup baik (2) Letak atau lokasi dari ketiga SD yang dapat mewakili Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Bogor Barat.
 Penelitian dan pengambilan data yang diperlukan selama penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret tahun 2007.


I.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Konsumsi
            Pola konsumsi adalah sebuah model atau patron dari kegiatan mengkonsumsi yang identik dengan kebiasaan dalam (kegiatan) konsumsi yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Sumarwan, 2002). Pola konsumsi dipengaruhi oleh lingkungan, perbedaan dan proses psikologis (Engel et all, 1994).
            Istilah pola konsumsi diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen  dalam menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Sumarwan, 2002).

            Peran pembelian yang dimainkan seseorang dalam keputusan pembelian terdiri atas (Kotler, 1997) :
(1)  Pencetus : seseorang yang pertama kali mengusulkan gagsan untuk membeli produk atau jasa.
(2)  Pemberi pengaruh : seseorang dengan pandangan/saran yang mempengaruhi keputusan.
(3)  Pengambil keputusan : seseorang yang memutuskan setiap komponen dari suatu keputusan pembelian.
(4)  Pembeli : orang yang melakukan pembelian sesungguhnya.
(5)  Pemakai : seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang bersangkutan.




            Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen “ The Term consumer behavior refers to the behavior that consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy their needs.”
Istilah pola konsumsi diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen  dalam menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Sumarwan, 2002).
            Ada beberapa alasan mengapa perilaku konsumen dipelajari , pertama adalah kepentingan pemasaran, kedua adalah kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen dan ketiga adalah untuk perumusan kebijakan masyarakat dan undang-undang perlindungan konsumen.
            Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (1) Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (2) Faktor perbedaan individu konsumen (3) Faktor lingkungan konsumen. Proses keputusan konsumen akan terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif pembelian dan kepuasan konsumen. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasar yang lebih baik (Mowen, 2002).
2.2 Keluarga
Keluarga adalah lingkungan mikro, yaitu lingkungan yang paling dekat dengan konsumen. Keluarga adalah lingkungan dimana sebagian besar konsumen berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya ( Sumarwan, 2002).
Menurut Mansyur (1988), keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum dewasa. Keluarga merupakan community primer yang paling penting dalam masyarakat. Community primer artinya ialah suatu kelompok dimana hubungan antara para anggotanya sangat erat dan kekal.
Tingkat analisis yang paling mikro dalam lingkungan konsumen, kita menjumpai pemberi pengaruh situasional. Pemberi pengaruh situasional mempengaruhi unit pembelian, pemasar, dan proses pertukaran itu sendiri. Situasi konsumen terdiri dari faktor lingkungan sementara yang membentuk konteks dalam suatu kegiatan konsumen, yang terjasi pada tempat dan waktu tertentu (Mowen, 2002).
 Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh kepada perilaku konsumen. Bagi kebanyakan orang, keluarga merupakan kelompok primer yang penting. Keluarga tidak hanya membentuk kepribadian individu dan pandangan umum orang lain, tetapi juga mempengaruhi nilai dan sikap individu mengenai konsumsi  (Sumarwan, 2002).
 Beberapa peneliti berpendapat bahwa keluarga dan bukan individu yang harus menjadi fokus utama dari studi perilaku konsumen. Menurut Jhon..C Mowen (2002), keluarga sebenarnya merupakan suatu subset dari klasifikasi yang lebih umum (rumah tangga). Ada jenis keluarga yang berbeda. Keluarga inti (nuclear family)  terdiri dari suami, istri, dan keturunan mereka. Keluarga besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah kerabat lainnya, seperti orang tua dari istri atau suami.
            Pengaruh dalam keluarga dalam melihat kemampuan para anggota keluarga untuk mempengaruhi keputusan pembelian, para penelii mengindentifikasi 3 faktor yang sangat memprediksi pengaruh : (1) Sumber keuangan dari anggota keluarga, pentingnya keputusan bagi para anggota keluarga, (2) Orientasi peran gender dari pasangan. Sementara itu kontribusi keuangan anggota pada unit keluarga meningkat, begitu juga dengan pengaruh anggota (3) Orientasi peran gender pasangan (Mowen, 2002).
            Menurut Mangkunegara (1988), studi tentang keluarga dan hubungan mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah penting, tetapi kerap diabaikan dalam analisis perilaku konsumen pentingnya keluarga timbul karena dua alasan :
(1)  Pertama, banyak produk dibeli oleh konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga. Rumah adalah contoh produk yang dibeli oleh kedua pasangan , barangkali dengan melibatkan anak, kakek-nenek, atau anggota keluarga lainnya dalam keluarga, dengan kedua pasangan ini dan kerap anak dilibatkan dalam berbagai tahap keputusan.
(2)   Kedua, bahkan ketika pembelian dibuat oleh individu, keputusan pembelian individu bersangkutan mungkin sangat dipengaruhi oleh anggota lain dalam keluarganya. Orang yang bertanggung jawab untuk pembelian dan persiapan makanan keluarga mungkin bertindak sebagai individu di pasar swalayan, tetapi dipengaruhi oleh preferensi dan kekuasaan lain dalam anggota keluarga. Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. Keluarga adalah sama dengan perusahaan ; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yang lebih efekif dibandingkan dengan individu yang hidup sendiri.
Menurut Engel. F (1994) dalam menganalisis perilaku konsumen, faktor keluarga dapat berperan sebagai berikut :
1. Siapa pengambil inisiatif, yaitu siapa yang mempunyai inisiatif membeli, tetapi tidak melakukan proses pembelian.
2. Siapa pemberi pengaruh, yaitu siapa yang mempengaruhi keputusan membeli.
3. Siapa pengambil keputusan, yaitu siapa yang menentukan keputusan apa yang dibeli, bagaimana caranya membeli, kapan dan dimana tempat membeli.
4. Siapa yang melakukan pembelian, yaitu siapa diantara keluarga yang akan melakukan proses pembelian.
5.Pemakai, yaitu siapa yang akan menggunakan produk yang dibeli.
2.3 Kelas Sosial
            Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan dan tempat berlibur dari seorang konsumen (Sumarwan, 2002).
            Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka didalam pasar. Keanggotaan kelas ada dan dapat di deskripsikan sebagai kategori statistik entah individu-individunya sadar atau tidak akan situasi mereka yang sama. Kelompok status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup dikalangan masing-masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negative mengenai kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas. Dengan semacam penyederhanaan yang berlebihan, orang dapat berkata bahwa “kelas” distratifikasikan menurut hubungan mereka didalam produksi dan pemerolehan barang, sedangkan kelompok status distratifikasikan menurut prinsip konsumsi barang mereka sebagaimana digambarkan dengan gaya hidup “special” (Engel, 1994)
            Variabel interaksi, prestise pribadi, asosiasi, dan sosialisasi adalah inti dari kelas sosial. Prestise adalah sentiment didalam pikiran orang yang mungkin tidak selalu mengetahui bahwa hal itu ada disana. Asosiasi adalah variabel yang berkenaan dengan hubungan sehari-hari. Sosialisasi adalah proses diamana individu belajar ketrampilan, sikap, dan kebiasaan untuk berpartisipasi didalam kehidupan komunitas bersangkutan (Engel, 1994).
            Golongan sosial atau kelas sosial adalah strata yang relatif tetap dalam masyarakat yang berbeda status, kekayaan, pendidikan, pemilikan dan nilai. Semua masyarakat yang memiliki struktur yang hierarkis yang menstratifikasi penduduk kedalam, “golongan”  orang-orang, baik faktor aktual maupun perseptual keduanya membedakan antar kelompok-kelompok. Dalam istilah yang konkrit, golongan berbeda menurut pekerjaan, gaya hidup, nilai, persahabatan, cara bicara dan kepemilikan. Tiga faktor utama yang membedakan golongan sosial adalah : (1) Status ekonomi (misalnya, pekerjaan, kekayaan, jenis rumah, dan lokasi), (2) Surat-surat kepercayaan pendidikan, dan (3) Standar perilaku (peran serta masyarakat, aspirasi, dan kebiasaan rekreasi) (Mowen,2002  )
            Menurut Mangkunagara (1988), kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Kelas sosial berbeda dengan status sosial. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen dapat dikarakteristikkan antara lain :
(1)  Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli barang pada toko yang berkualitas dan lengkap.
(2)  Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menampakkan kekayaannya, membeli barang dnegan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai.
(3) Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitasnya dari pada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas sosial adalah pembagian masyarakat kedalam kelas-kelas yang berbeda atau strata yang berbeda, dimana dapat dilihat atau ditinjau dari status pekerjaan, pendidikan dan pendapatan (Sumarwan, 2002).
2.4 Motivasi
            Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan keidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dengan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang disebut sebagai motivasi ( Sumarwan, 2002).
            Pribadi dapat didefinisikan sebagai bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang menentukan perilakunya.
            Abraham Sperling (1967) mengemukakan bahwa :
 “ Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive”.
Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dari dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan sebagai untuk memuaskan motif. Sedangkan motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (1969), sebagai berikut :
Motivation as an energizing condition of the organism that serves to direct that organism         to ward  the goal of the certain class”. (Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah tujuan tertentu).
            Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya (Mangkunegara, 1988).
            Kebutuhan adalah variabel utama dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang disadari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya, yang memadai untuk mengaktifkan perilaku (Engel, 1994 )
            Motivasi sering kali disebut sebagai penggerak perilaku (the energizer of behaviour) ada juga yang menyatakan motivasi adalah penentu (determinan) perilaku. Dengan kata lain, motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya perilaku. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu (Irwanto, 2002)
2.5 Ikan
            Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun perairan umum (waduk, sungai, dan rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang lazim atau umum dikonsumsi masyarakat (Kristianti, 2003). Ikan segar adalah ikan laut dan ikan air tawar yang baru ditangkap yang belum mengalami perubahan apapun dan juga ikan yang sudah mengalami proses pengawetan dengan pembekuan atau pendinginan tetapi masih mempunyai sifat yang serupa dengan ikan asli (Kristianti, 2000).
            Selain mengandung protein sekitar 20-35 %, ikan juga mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh, Omega 3, DHA (docosahexaoenic acid C22H32O2) dan EPA (eicosapentaeonic acid) secara keseluruhan kandungan gizi pada ikan lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi pada udang, daging sapi, daging ayam, telur ayam dan susu sapi.
2. 6 Anak-Anak
            Anak oleh konvensi Hak Anak PBB didefinisikan sebagai “..setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal…” (www.Sekitarkita.Com). Masa balita dan anak-anak adalah the point of no return. Perkembangan otak tidak bisa diperbaiki apabila balita dan anak-anak kekurangan zat gizi pada masa kini. Pertumbuhan fisik dan intelektualitas anak akan terganggu, sehingga negara akan kehilangan sumberdaya manusia yang berkualitas (www.kompas.com).
            Dari sudut pandang pemasaran, anak-anak merupakan pasar yang unik, karena dapat bertindak sebagai influencer. Faktor-faktor yang menyebabkan pasar anak-anak semakin menarik berdasarkan Kid Market Research yang dilakukan oleh Frontier pada lima kota dengan 4000 responden pada tahun 2001 (Irawan, 2001) adalah :
(1)   Jumlah anak-anak relatif sedikit, sehingga orang tua akan memberikan perhatian yang lebih besar,
(2)   Semakin banyak orang tua yang sama-sama bekerja, sehingga anak-anak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan keputusan pembelian atau mempengaruhi keputusan orang tua,
(3)   Perubahan sistem pendidikan di Indonesia yang mulai menekankan komunikasi dua arah, sehingga anak-anak memilki hak bicara yang lebih besar, dan
(4)   Sikap bahwa pengeluaran untuk anak merupakan investasi di masa mendatang.
2.7 Structural Equation Modelling (SEM)
            Ferdinand (2002), mengemukakan bahwa sebuah permodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari Measurement Model dan Sructural Model. Measurement Model atau model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi sebuah dimensi atau faktor berdasarkan indikator-indikator empirisnya. Measurement Model digunakan untuk melakukan konfirmasi pada serangkaian variabel yang digunakan ntuk mendeskripsikan sebuah faktor atau sebuah variabel latent. Oleh sebab itu, confirmatory factor analysis dapat digunakan untuk menguji hipotesa nol. Untuk hipotesis mengenai model, pengembangan hipotesis statistik dikembangkan dengan cara menyatakan hipotesa sebagai berikut :
H0                    : Tidak ada perbedaan antara matriks kovarians data sampel yang dikalkulasi dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi.

H1                    : Ada perbedaan antara matriks kovarians data sampel yang dikalkulasi dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi.

Berbeda dengan uji hipotesa nol umumnya, pengujian hipotesis ini mengharapkan kegagalan menolak hipotesis nol, sehingga hipotesis alternatif tidak bisa diterima, oleh karena itu hipotesis nol dianggap benar.
            Struktural Model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antar faktor. Di dalam model terdapat dua kelompok hipotesis statistik yang dikembangkan yaitu ; pengujiam hipotesis mengenai model serta pengujian hipotesis mengenai hubungan kausalitas yang dihipotesakan seperti yang diuraikan  dibawah ini :
  • Pengujian hipotesis model
Pengembangan hipotesis statistic dikembangkan dengan cara menyatakan hipotesis sebagai berikut :
H0              : Tidak ada perbedaan antara matriks kovarians data sampel yang dikalkulasi dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi.

H1              : Ada perbedaan antara matriks kovarians data sampel yang dikalkulasi dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi.

Berbeda dengan uji hipotesis nol umumnya , pengujian hipotesis ini mengharapkan kegagalan menolak hipotesis nol, sehingga hipotesis alternatif tidak bisa diterima, oleh karena itu hipotesis nol dianggap benar.
  • Pengujian hipotesis kausalitas
Pengujian hipotesis ini dilakuakan persis sama dengan uji hipotesa regresi umumnya yaitu dengan melakukan uji-t untuk melihat signifikansi koefisien regresi yang dihasilkan oleh berbagai hubungan kausalitas model. Signifikansi koefisien regresi ini dihitung dengan menggunakan uji-t atau dalam AMOS disebut Critical Ratio. Bila CR atau Critical Ratio dari estimate atau koefisien yang dicari itu lebih besar atau sama dengan 2 maka dapat disimpulkan bahwa koefisien factor loading yang dihasilkan adalah signifikan.
            Untuk membuat permodelan yang lengkap beberapa langkah berikut perlu dilakukan yaitu ;
2.7.1 Pengembangan Model Berbasis Teori
            Langkah pertama adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang dihasilkan melalui telaah pustaka, karena Path Analysis tidak menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. Model Persamaan Struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya.
2.7.2 Menyusun Diagram Path.
            Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram Path agar dapat diestimasi dengan program Amos 5.0. Diagram tersebut akan memudahkan peneliti melihat hubungan-hubungan kausailtas yang diujinya. Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram Path dapat dibedakan kedalam dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan endogen. Menurut Ferdinand (2002), konstruk eksogen (exogenous construct) dikenal juga sebagai source varables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model, tetapi akan digunakan untuk memprediksi satu atau beberapa variabel endogen lainnya. Secara diagramatis konstruk eksogen adalah konstruk yang tidak dituju oleh garis satu dengan satu ujung panah. Sedangkan konstruk endogen adalah (endogenous constructs) adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk endogen lainnya. Tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen..
            Dalam penelitian ini konstruk eksogen dan endogen yang terjadi adalah konstruk eksogen pada tingkat pengaruh lingkungan keluarga, kelas sosial dan motivasi diri yang di postulasikan mempunyai pengaruh positif terhadap pola konsumsi siswa SD terhadap ikan.
2.7.3 Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan.
            Setelah teori atau model teoritis dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram alur, maka dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut kedalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun yaitu :
Variabel Endogen                    =          Var. Eksogen   +   Error
Pola Konsumsi Ikan (Y1)         =          β1 . X1 (Lingkungan Keluarga) + δ1                     
                                                            β2 . X2 (Kelas Sosial) + δ2
                                                            β3. X3 (Motivasi) + δ3
Dimana ;          β          = Koefisien Path dari masing-masing variabel.
                        δ          = Error
2.7.4 Memilih Matriks Input dan Teknik Estimasi
            Setelah model di spesifikasikan secara lengkap, langkah selanjutnya adalah memilih jenis input (kovarian atau korelasi). Dalam penelitian ini matriks input yang dipilih adalah matriks kovarians. Alasan memilih input data matriks kovarians adalah matriks kovarians mempunyai keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda. Selain itu matriks kovarian lebih sesuai untuk menvalidasi hubungan-hubungan kausalitas.
            Selain memilih matriks input, maka AMOS akan melakukan estimasi koefisien Path. Metode yang digunakan adalah Maximum Likehood Estimation (MLE). Metode ini dipilih mengingat ukuran sampel kecil (antara 100-200). Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap model Path.
2.7.5 Menilai Identifikasi Model Struktural
            Menurut Ferdinand (2002) pada program computer yang digunakan untuk estimasi model kausal ini, salah satu masalah yang akan dihadapi adalah masalah identifikasi (identification problem). Problem identifikasi adalah ketidak mampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi : (1) Ada tidaknya standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien, (2) Ketidak mampuan program untuk invert information matrik, (3) Nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negative, (4) Adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien korelasi.
            Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem identifikasi adalah menetapkan lebih banyak konstrain (menghapuskan path dari diagram path) sampai masalah yang ada hilang.
2.7.6 Evaluasi Model (menilai kriteria goodness of fit)
            Pada langkah ini kesesuaian model di evaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Untuk itu tindakan pertama yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengolahan data yang dianalisis dengan permodelan SEM adalah sebagai berikut :

1. Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan ini adalah minimum berjumlah 100.                                                                                               
2. Normalitas
Uji normalitas perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal maupun multikovariate, dimana variabel yang digunakan sekaligus dalan analisis terakhir. Uji linieritas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots data.
3. Outliers
Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariate maupun multivariate dan terlihat sangat jauh berbeda dengan observasi-observasi lainnya.
4. Multikoliniearitas dan Singularitas
Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matrik kovarian yang sangat kecil menunjukkan indikasi adanya masalah multikolinearitas dan singularitas.
2.7.7 Indeks Kesesuaian (Fit Index).
Untuk mengukur keberadaan model yang diajukan, maka harus dilakukan pengujian terhadap beberapa fit index. Berikut ini adalah beberapa indeks kesesuaian dan cut of value nya untuk digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.
1.               Chi-Square Statistics (X2)
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio Chi-square Statistics. Chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan, karena itu bila jumlah sampel adalah cukup besar yaitu lebih dari 200, maka Chi-square harus didampingi oleh alat uji lainnya. Semakin kecil nilai X2 maka semakin baik nilai model tersebut. Dengan p value > 0,05.
2. RMSEA (The Root Mean Square Error Of Approximation)
            The Root Mean Square Error Of Approximation (RMSEA) adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi Chi-square Statistics dengan sampel besar. Nilai RMSEA lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari sebuah model berdasarkan derajat bebas.
3. GFI (Goodness of Fit Index)
            Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dari matrik kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non statistical yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)
            Tanaka dan Huba (dalam Ferdinand, 2002) menyatakan bahwa GFI adalah analog dari R2 dalam regresi berganda. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyain nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,9.
5. CMIN / DF
            Adalah nilai Chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengaruh menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et al (1997), nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit. Program AMOS akan memberikan nilai CMIN/DF dengan perintah \ gfi.
6. TLI (Tucker Lewis Index)
            Tucker lewis Index (TLI) atau dikenal dengan nonnorned fit index (NNFi). Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimonary kedalam index komparasi antara proposed model dan TLI berkisar dari 0 sampai 1,0. Nilai TLI yang direkomendasikan adalah sama atau > 0,90. Program AMOS akan memberikan nilai TLI dengan perintah \tli.
7. CFI (Comparative Fit Index)
            Nilai CFI yang direkomendasikan adalah ≥ 0,95. Semakin mendekati 1, maka model akan semakin baik. Keunggulan dari index ini adalah bahwa besaran  ini besarnya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel. Dengan demikian indeks-indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model dapat diringkas dalam tabel berikut :
X2 (Chi-square)
Di harapkan kecil
RMSEA
≤ 0,08
GFI
≥ 0,90
AGFI
≥ 0,90
CMIN/DF
≤ 2,00
TLI
≥ 0,95
CFI
≥ 0,95
                       






                       
                                         Sumber : Ferdinand, 2003


2.7.8 Interpretasi dan Modifikasi
            Setelah estimasi dilakukan, peneliti masih dapat melakukan modifikasi terhadap model yang dikembangkan. Namun demikian, modifikasi hanya dapat dilakukan apabila peneliti mempunyai justifikasi teoritis yang cukup kuat, sebab metode SEM bukan ditujukan untuk menghasilkan model tetapi menguji model. Oleh karena itu untuk memberikan interpretasi apakah model berbasis teori yang diuji ini dapat diterima atau perlu pengembangan lebih lanjut, peneliti harus mengarahkan perhatiannya pada kekuatan prediksi dari model ini yaitu dengan mengamati besarnya residual yang dihasilkan. Apabila terdapat nilai residual standard yang lebih besar dari t tabel (± 2,58), maka perlu dilakukan modifikasi.
            Interpretasi dapat dilakukan dengan melihat efek langsung, efek tidak langsung dan efek total antara variabel yang diteliti. Efek langsung adalah koefisien dari semua garis koefisien dengan anak panah satu ujung. Efek tidak langsung adalah efek yang muncul melalui sebuah variabel antara. Sedangkan efek total adalah efek dari berbagai hubungan.

III.            METODOLOGI

3.1 Metode Penelitian
            Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan teknik survai. Menurut Nazir (1998), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suau sistem pemikiran ataupun suatu kilas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, atau sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
            Sedangkan teknik survai menurut Marzuki (1977), merupakan informasi yang diperoleh melalui permintaan keterangan-keterangan kepada pihak yang memberikan keterangan/jawaban (responden). Hasil survai sebagian bergantung pada kerja sama dan kecakapan responden sebagai faktor yang dapat mempengaruhi proses survai, sehingga besar kemungkinannya akan kemasukan kesalahan-kesalahan. Tetapi dengan metode survey dapat diperoleh fakta-fakta yang tidak bisa diamati, keterangan pada masa lalu yang belum dicatat, bahkan opini dan motif yang mungkin sangat penting bagi pemecahan masalah. Sebab itu metode ini paling banyak digunakan dalam riset sosial.
            Penelitian ini adalah sebuah penelitian yang masuk kedalam tipe penelitian explanatory (penjelasan). Penelitian explanatory atau penjelasan adalah sebuah penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dengan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara survai. Dalam survai informasi dikumpulkan dari responden yaitu dengan menggunakan kuisioner. Tujuan survai dapat merupakan pengumpulan data sederhana, seperti keadaan perumahan, besarnya pendapatan keluarga, status pekerjaan dan lain-lain. Tujuannya dapat pula lebih dari itu, bersifat menerangkan atau menjelaskan, yakni mempelajari fenomena sosial dengan meneliti hubungan variabel penelitian (Singarimbun, 1985).
3.2 Jenis dan Sumber Data
            Menurut Nazir (1988) data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal dapat berupa sesuatu hal dapat berupa sesuatu yang diketahui atau anggapan. Dengan demikian pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakterisrik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Data tersebut perlu dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu, sebelum dipakai dalam proses analisis.
            Berdasarkan sumber pengambilannya data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dilapang, wawancara maupun pengisian kuisioner oleh responden. Data primer meliputi identitas responden, pengetahuan tentang gizi, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua dan sumber informasi lainnya. Dimana sumber data primer pada penelitian ini adalah siswa SD sebagai respondennya.
b. Data Sekunder
            Data sekunder yaitu data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti tetapi diperoleh dari data yang sudah dilaporkan sebelumnya (Marzuki, 1983). Data sekunder yang diambil meliputi keadaan penduduk, jumlah sekolah dasar di kota Bogor dan keadaan umum tempat penelitian.
3.3 Metode Pengambilan Sampel
            Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Cluster Sampling, yaitu populasi dibagi dulu atas kelompok berdasarkan area atau cluster. Anggota subpopulasi dari tiap cluster tidak perlu homogen, beberapa cluster dipilih terlebih dahulu sebagai sampel. Kemudian dipilih lagi anggota unit dari sampel cluster di atas. Dalam memilih anggota unit ini, bisa saja diambil seluruh elementary unit dari cluster atau sebagian dari unit elementer dari cluster. Biasanya randomisasi penarikan sampel hanya pada saat memilih cluster, tidak di kala memilih anggota unit elementer.
Pada penelitian ini populasi pertama yaitu Sekolah Dasar yang berada di Kota Bogor dikelompokkan berdasarkan Kecamatannya, sehingga dipilih beberapa Sekolah Dasar yang berada pada lokasi penelitian yaitu pada kecamatan Bogor Barat. Lalu kemudian dipilih lagi anggota unit dari cluster atau siswa pada SD tersebut dimana yang dipilih yaitu siswa kelas 6 dan setelah dipilih tingkatan kelas yang dipilih yaitu kelas 6, maka dipilih seluruh siswa kelas 6 yang berada pada Sekolah Dasar tersebut atau sebagian/beberapa siswa yang dijadikan responden atau sampel pada penelitian ini.
Jumlah populasi dan sampel atau responden yang diambil dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Jumlah Sampel Penelitian
Sekolah Dasar
Populasi Murid
(Orang)
Sampel Murid
(Orang)
Rimba Putra
1.278
39
Ciomas I
  342
71
Selakopi
  252
40
Jumlah
1872
150

                        Sumber : Penelitian diolah, 2007

3.4 Metode Pengumpulan Data      
             Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan  cara kuisioner (angket). Kuisioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti (Narbuko, 2005). Tiap-tiap pertanyaan pada kuisioner dimaksudkan untuk dipakai dalam analisa. Pada penelitian ini siswa SD (responden) diberikan kuisioner yang berisikan beberapa pertanyaan yang menyangkut tentang beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi terhadap komoditi ikan, sehingga hasil dari kuisioner ini dapat di analisa sehingga dapat tercapainya tujuan dari penelitian ini.
3.5 Analisis Data
            Data primer atau data yang diperoleh dari responden menggunakan kuisioner yang berupa petanyaan dalam bentuk skala semantic (Semantic Scale), selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM), dengan menggunakan paket program Amos 4.0. dengan menggunakan metode SEM ini, keberadaan variabel latent yang tidak dapat diukur secara langsung (unobserved) dapat diukur oleh indikator-indikator atau variabel manifest.
            Dalam penelitian ini, model yang digunakan terdiri dari 4 variabel latent atau variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (unobserved) antara lain Lingkungan Keluarga (X1) yang terdiri dari 3 variabel observasi yaitu Anggota Keluarga (X11), Kebiasaan (X12) dan Siklus hidup Keluarga (X13), variabel latent Kelas Sosial (X2) yang terdiri dari 3 variabel observasi yaitu Gaya Hidup (X21), Pendidikan (X22) dan Pendapatan (X23), variabel latent Motivasi (X3) yang terdiri dari 3 variabel observasi yaitu Sumber Informasi (X31), Sikap (X32) dan Pengaruh Promosi (X33) dan variabel latent Pola Konsumsi (Y1) yang terdiri dari 3 variabel observasi yaitu Jumlah Ikan Yang Dikonsumsi (Y11), Frekuensi Mengkonsumsi (Y12) dan Waktu Mengkonsumsi (Y13). Kemudian model ini diukur dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dalam paket program Amos 4.0.
           













































Tidak ada komentar:

Posting Komentar